Belajar Seni Lukis di Belanda
Pada tahun 1829, atas saran Payen pemerintah Hindia Belanda mengirim Raden Saleh ke negeri Belanda untuk belajar seni lukis. Pengalaman belajar serta hidup di negeri Belanda dan sejumlah negara Eropa lain kelak sangat mempengaruhi gaya melukis dan pemikiran seorang Raden Saleh.
Petualangan hidup Raden Saleh di Eropa dimulai di negeri Belanda. Lima tahun pertamanya di Eropa digunakan Raden Saleh untuk belajar banyak hal. Dari memperdalam bahasa Belanda hingga belajar teknik melukis potret pada pelukis istana kerajaan Belanda Cornelis Kruesemen.
Ia juga belajar melukis tema pemandangan pada Andris Bahan nama alat serta belajar melukis tema pemandangan pada Andries Schelfhout.
Perlahan nama Raden Saleh mulai dikenal masyarakat Belanda. Selain berkesempatan menggelar pameran di Den Haag, Ia juga kerap diminta melukis potret sejumlah anggota kerajaan dan para pejabat Belanda. Tak jarang karya karya lukis Raden Saleh membuat masyarakat Belanda terperangah.
Pulang dari Eropa dan tinggal di Batavia, Raden Saleh yang bekerja sebagai pelukis dan konservator lukisan pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Ia merasa terasing dengan lingkungannya.
Sebagai seorang yang menyerap budaya dan pendidikan Eropa, Oleh orang-orang Belanda di nusantara dia tetap dianggap sebagai seorang pribumi yang tidak sederajat dengan orang Eropa.
Sementara saat harus bergaul dengan warga pribumi baik dari kalangan bangsawan maupun rakyat jelata, Raden Saleh juga kesulitan mendapatkan lawan bicara yang bisa mengimbangi tingkat pengetahuan dan pendidikannya. Kondisi ini membuatnya sangat kesepian.
Pada tahun 1855 Raden Saleh menikah dengan Constancia von Mansfeldt. Ia merupakan seorang janda kaya asal Jerman. Pasangan ini kemudian membangun rumah mewah di kawasan Cikini.
Rumah cantik yang diilhami gaya arsitektur istana Callenberg, di mana Raden Saleh pernah tinggal saat di Jerman. Rumah tersebut kini masih berdiri dan menjadi bagian dari Kompleks Rumah Sakit PGI.
Sayangnya perilaku diskriminatif yang diterima Raden Saleh kemudian menyebabkan ia bercerai dengan Constancia. Praktek diskriminasi yang dirasakan Raden Saleh mendorongnya menciptakan sejumlah karya lukis yang mengekspresikan kritik atas kolonialisme yang dilakukan Belanda di Bumi Jawa atau wilayah nusantara lainnya.
Nuansa kritik ini menurut sejumlah pihak misalnya terasa pada lukisan penangkapan Diponegoro, Lukisan sebuah banjir di Jawa, dan lukisan pertarungan antara banteng dan singa.
Karya terpenting Raden Saleh yakni lukisan bersejarah penangkapan Diponegoro sangat tersohor di Indonesia dan melahirkan banyak tafsir
Dari tafsir yang mendukung Raden Saleh sebagai pendukung kolonialisme, hingga tafsir sebaliknya yang menyebut lukisan itu sebagai bentuk kritik Raden Saleh terhadap praktik kolonialisme Belanda terhadap tanah Jawa atau Nusantara.
Menikah Dengan Raden Ayu Danudirja
Pada tahun 1867, Raden Saleh menikah dengan Raden Ayu Danudirja. Ia adalah gadis bangsawan dari Keraton Yogyakarta. Mereka berdua kemudian pindah ke Bogor.
Menjelang akhir hayatnya, Raden Saleh sempat ditahan oleh penguasa kolonial Belanda. Hal ini karena tuduhan bahwa Raden Saleh terlibat pemberontakan Gerakan Ratu Adil di Karawang Dan Bekasi pada tahun 1867.
Meski perjalanan hidupnya diwarnai kekecewaan dan kesepian, hidup Raden Saleh yang dilandasi semangat romantis dan ide kemanusiaan. Ini tetap menjadikan dirinya sosok yang dicintai dan dikagumi.
Penghargaan Raden Saleh
Selama menjelajahi Eropa, Raden Saleh melahirkan banyak karya lukisan yang berhasil merebut banyak hati pejabat dan bangsawan Eropa. Lukisannya banyak dipesan oleh tokoh-tokoh bangsawan seperti Sachsen Coburg-Gotha, keluarga Ratu Victoria, dan gubernur jenderal seperti Johannes van den Bosch, Jean Chrétien Baud, dan Herman Willem Daendels.
Sebagai bukti daya magis dari tangannya, Raden Saleh mendapatkan gelar bangsawan dari Raja Willem II, bintang Ridder der Orde van de Eikenkroon (R.E.K.). Sebuah kebanggan bagi Raden Saleh sebagai orang Jawa karena gelar tersebut hanya diberikan kepada orang-orang yang berjasa pada bidang sipil, militer, dan seniman hebat.
Pada tahun 1950, Raden Saleh memperoleh gelar resmi “Pelukis Sang Raja” yang disematkan kepadanya ketika tampuk kekuasaan Kerajaan Belanda beralih ke Raja Willem III. Selain sebagai penghargaan untuk pencapaian-penacaian Raden Saleh, gelar tersebut juga membuat dirinya semakin dipandang.
Selain itu, tak sedikit pula yang menganugerahi Raden Saleh tanda penghargaan, di antaranya: Commandeur met de ster der Frans Joseph Orde (C.F.J.), Ridder der Kroonorde van Pruisen (R.K.P.), dan Ridder van de Witte Valk (R.W.V.).
Pada tahun 1969, pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, secara anumerta, memberikan penghargaan berupa Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis Seni Lukis di Indonesia untuk Raden Saleh.
Ir, Silaban atas perintah Presiden Soekarno melakukan pembangunan ulang makam Raden Saleh di Bogor. Lukisannya dipakai untuk ilustrasi benda berharga negara, misalnya akhir tahun 1967, PPT mengeluarkan perangko seri Raden Saleh dengan reproduksi dua lukisannya.
Dalam rangka memperingati tiga tahun kematiannya, pada 1883, lukisan-lukisan Raden Saleh dipamerkan di Amsterdam, di antaranya: “Hutan Terbakar”, “Berburu Kerbau di Jawa”, dan “Penangkapan Pangeran Diponegoro”. Lukisan-lukisan tersebut dikirimkan oleh Raja Willem III dan Pangeran van Saksen Coburg-Gotha.
Menikah Dengan Raden Ayu Danudirja
Pada tahun 1867, Raden Saleh menikah dengan Raden Ayu Danudirja. Ia adalah gadis bangsawan dari Keraton Yogyakarta. Mereka berdua kemudian pindah ke Bogor.
Menjelang akhir hayatnya, Raden Saleh sempat ditahan oleh penguasa kolonial Belanda. Hal ini karena tuduhan bahwa Raden Saleh terlibat pemberontakan Gerakan Ratu Adil di Karawang Dan Bekasi pada tahun 1867.
Meski perjalanan hidupnya diwarnai kekecewaan dan kesepian, hidup Raden Saleh yang dilandasi semangat romantis dan ide kemanusiaan. Ini tetap menjadikan dirinya sosok yang dicintai dan dikagumi.
Raden Saleh Wafat
Saat Raden Saleh meninggal pada 23 April 1880, lebih dari 2 ribu orang yang berasal dari berbagai etnis dan kebangsaan mengantarkannya ke pemakaman di kampung Empang, Bogor.
Meski meninggal saat ide-ide kebangsaan Indonesia belum dikenal, bibit-bibit semangat cinta tanah air yang ditunjukkan Raden Saleh mengilhami banyak kalangan. Tak berlebihan kiranya bila sastrawan Pramoedya Ananta Toer menyebut Raden Saleh sebagai individu nasional pertama di nusantara.
Belum ada tanggapan untuk "Biografi Raden Saleh"
Posting Komentar