Nama grup musik Mocca asal bumi parahyangan Bandung ini memang belum setenar grup musik Slank atau Gigi. Namun, tidak berarti grup musik ini kalah hebatnya BANDUNG – Nama grup musik Mocca asal bumi parahyangan Bandung ini memang belum setenar grup musik Slank atau Gigi. Namun, tidak berarti grup musik ini kalah hebatnya dengan kedua kelompok musik tersebut. Yang membedakan barangkali hanyalah jam terbang. Slank dan Gigi lebih awal muncul sementara Mocca baru lahir sekitar bulan Juli 2001.dengan kedua kelompok musik tersebut. Yang membedakan barangkali hanyalah jam terbang. Slank dan Gigi lebih awal muncul sementara Mocca baru lahir sekitar bulan Juli 2001.
Walaupun masih terbilang baru, kiprah Mocca dalam dunia musik tanah air sudah harus diperhitungkan. Itu karena Mocca merupakan satu kesatuan, dari alat musik hingga lagu yang mereka ciptakan sendiri. Mereka memang telah berkomitmen bahwa sebuah karya musik bisa dikatakan lengkap bila corak dan warna musik tersebut tidak menjiplak musik orang lain. Buah karya sendiri jauh lebih baik dan bisa menegaskan kekhasan serta eksistensi kelompok ini.
”Kami berangkat dari hobi, kemudian hobi tersebut kami kembangkan. Masing-masing mengambil bagian yang sesuai dengan talenta yang dimiliki. Kesempatan untuk unjuk diri datang di malam inagurasi mahasiswa baru, 8 November 2001, sekaligus sebagai malam pertama kami manggung,” jelas Jenny, PR Mocca Band, kepada SH pekan lalu di markasnya Jl. Setia Budi Bandung.
Indie Label
Kemunculan Mocca tidak lepas dari perjuangan Riko Prayitno (gitar) dan Arina Ephipania (vokal dan flute). Permainan musik keduanya membuat kaget sesama rekan mahasiswa sekampus. Sebab, hanya dengan dua personel yang dirajut dua alat musik, yaitu gitar dan flute, mereka bisa membuat rekan-rekannya terpesona.
Satu per satu lagu mereka bawakan dalam setiap kesempatan dan akhirnya mendorong rekan-rekannya untuk mengikuti jejaknya. Namun, barangkali karena kurang sesuai dengan napas anak muda, penikmat karya pasangan ini memudar, meski keduanya sempat menciptakan lagu berjudul ”My Diary”.
Di tengah lesunya denyut peminat Mocca, dua anak muda ini tetap terus berjuang dengan mencipta lagu demi lagu, masih dalam format akuistik yang terdiri dari ramuan gitar, vokal dan flute. Akhinya pada tahun 1999, Riko dan Arina menggandeng Achmad Pratama (bas), Indra Massad (dram) untuk mendukungnya demi terwujudnya sebuah format band.
Mengapa mesti pilih nama ”Mocca”? Kata Jenny, yang menyitir alasan Riko adalah hanya ingin mudah atau gampang diingat dan dikenal oleh siapa pun.
”Mocca, sangat singkat, mudah diingat dan dapat dilafalkan dalam bahas Inggris maupun Indonesia. Yang perlu digarisbawahi, kendati tahun 1999 itu, Mocca sudah muncul dengan dua personel (Rico dan Arina), tetapi secara formalnya nama Mocca itu mulai diperkenalkan pada tahun 2001,” kata Jenny.
Masih terbayang pada bulan Juli 2001 dalam acara flower pop, kala itu mereka belum memiliki album sendiri, baru sebatas ikut album kompilasi. ”Namun, justru itulah kenangan yang paling berkesan. Dalam perasaan kami, itu benar-benar sebuah konser besar sebab merupakan perpaduan antara panggung, akustik dan penonton yang sangat apresiatif,” lanjut Jenny.
Keunikan yang juga melekat pada Mocca sejak kelahirannya adalah lagu-lagu berlirik bahasa Inggris. Ada catatan kecil tentang obsesi Mocca yang tak ingin besar hanya di kandang sendiri, melainkan bisa go international. Itulah alasan mengapa Mocca tetap bertahan dengan mengutamakan ”lirik prosodi” yaitu penyesuaian antara lirik dan nada yang dimainkan.
Kualitas bermusik yang dimiliki Mocca tak membuat kelompok ini berangan-angan untuk bernaung di salah satu label rekaman besar. Untuk mewujudkan idealisme, mereka memilih untuk merekam lagu-lagu pada indie label. Namun, kebetulan sekali, Fast Forward Record yang menaungi Mocca memiliki akses untuk merilis album Mocca di Prancis. Sebab, selama ini, Fast Forward Record juga memasarkan album-album indie dari Swedia dan Prancis. Kerja sama yang berimbal balik ini membuka peluang Mocca untuk mewujudkan obsesi mereka untuk go international.
Buku Harian
Dalam album ”My Diary”—diambil dari lagu yang menjadi unggulan, terangkum 13 lagu yang seluruhnya diciptakan para personel Mocca. Layaknya sebuah buku harian, album ini bercerita tentang kehidupan cinta sehari-hari. Tokohnya seorang gadis yang memiliki seorang pengagum rahasia. Awalnya, sang gadis tidak membalas cinta sang pengagum. Namun, lama-kelamaan cinta tersebut tumbuh pula di hatinya. Hanya saja, sang pria yang didambanya menjadi kekasih itu malah bersikap angin-anginan.
Maka, mereka mengalunkan lagu-lagu berjudul ”Once upon a time”, ”Secret Admirer”, ”Twist Me Around”, ”What If”, Me & My Boyfriend”, ”Telephone”, ”Dream”, ”When the Moonlight Shines”, ”And Rain will Fall”, ”Life Keeps on Turning”, ”What If” (versi akustik), ”Me & My Boyfriend” (versi akustik), dan ”Goodnight Song”.
Waktulah yang akhirnya mengantarkan Mocca terus beranjak dewasa. Kedewasaan mereka diuji oleh makin banyaknya peluang untuk pentas di dalam dan luar kota Bandung. Dalam waktu dekat, Mocca akan mengawali tournya ke kota-kota besar di Indonesia, dimulai dari Jakarta.
Belum ada tanggapan untuk "sejarah band Mocca"
Posting Komentar